Posts

Pemberangusan Ilmu Tanpa Ilmu

Image
" Pemberangusan atau pelarangan buku adalah hal yang konyol," ucap PM Laksono, Guru Besar FIB Universitas Gajah Mada. Mencontohkan minat baca yang rendah, pelarangan buku dianggap memperparah keadaan termasuk bagi para akademisi seperti mahasiswa.   sumber foto : cnnindonesia.com “Buku adalah jendela ilmu” Ungkapan tersebut merupakan ungkapan yang sering kita dengar sejak mengenyam pendidikan Sekolah Dasar. Bagi kami ungkapan tersebut bukan hanya sekadar analogi antara buku dan jendela ilmu. Analogi ini pula yang menjadi perhatian kami untuk dibahas berkaitan dengan pemberangusan buku di tengah isu komunisme yang ada di Indonesia. Mari membahas dari yang paling sederhana. Ilmu. Secara etimologi ilmu berasal dari kata Ilm (Bahasa Arab),  Science  (Bahasa inggris) atau  Scientia  (Bahasa Latin)yang mengandung kata kerja  scire  yang berarti tahu atau mengetahui. Ilmu erat kaitannya dengan pengetahuan. Mengapa? Karena pengetahuan sendiri merupakan dasar ilmu y

Negara Perempuan

"Halo!" "Halo! Dari siapa di mana?" tanya Rani singkat. Mulai lagi. Sulit memang mengerti perempuan satu ini. Tiada hari tanpa tindakan konyol. Bahkan, mengangkat telepon bisa menjadikannya seperti pembawa acara kuis di televisi. Pernah suatu kali kami bertengkar hebat karena Rani kesal. Bukan kesal karena apa-apa, melainkan siklus menstruasi dan segala tetek-bengek emosi sesaatnya. Aku menanyakan perihal makanan apa yang akan kami santap siang itu, dia hanya berkata "terserah". Giliran kuajak dirinya makan di salah satu warteg kesukaan kami, mukanya cemberut dan berujung dengan gerutu tanpa akhir. Lalu kejadian itu berlanjut hingga malam hari di depan rumahnya. Menurutnya, aku tidak mengerti perasaannya. Aku yang sudah cukup sabar menghadapinya seharian, naik pitam. "Lantas kamu mau apa, Ran? Makan ini enggak mau, jajan itu enggak mau, maunya apa?" tanyaku saat itu dengan nada marah. Dia sontak terkejut dan air matanya berlinang seke

Terjebak atau Sekarat

Glad seharusnya mendengarkanku. Srek . Sesuatu bergerak, Glad. Mereka bergerak. Setiap langkah yang menyeretmu lebih dalam, datang kembali. Kawanan serigala itu telah mengetahui tempat persembunyian apik yang telah kaubuat. Ah, kayu ek brengsek! Aromanya tidak cukup kuat untuk mengelabui endusan mereka terhadapmu. Harusnya, kau mendengar saran Mora si penakut itu untuk pergi. Namun, percuma. Mereka selalu dapat menangkapmu kapan dan di mana saja. Bulan di atas kepala kita tampak semakin membulat. Tanda bahwa mereka akan bangkit besok. Desa itu akan runtuh, Glad. Runtuh! Mau ke mana lagi kau akan berlari. Tidak selamanya yang kauanggap tepat, ternyata menyelamatkanu dari kejaran mereka. Mereka hanya menginginkanmu. Bahkan, jubah besar dari kulit beruangmu tidak cukup untuk menahan satu gigitan mereka. Baiklah. Glad si Lycan hebat satu ini tidak bergeming setelah aku panjang lebar menceramahinya. Dia lebih memilih diam dengan pisau di tangan kanannya. Menurutmu, kau cukup pinta

Guratan Sepasang Ekor Mata

Sungguh, takmudah bagi saya memberi judul blog dengan kalimat di atas. Bukan hanya karena puisi yang akan diulas adalah milik seorang teman sekaligus pemberi tantangan menulis ini, melainkan juga karena 'sebatang pensil warna' yang ada di antara judulnya. Namun, dengan mengucapkan basmalah, saya akan mengulas sebuah puisi berjudul Ekor Matanya Sebatang Pensil Warna karya Amel Widya. Secara leksikal, pensyair berhasil mencuri perhatian saya. Bagaimana tidak? Dua cerita dengan konflik berbeda berhasil ia satukan dengan suatu objek sederhana, pensil warna. Dari sanalah, Amel mengembangkan gagasan tentang keresahan seorang wanita dan negara dalam sepasang ekor mata yang menjelma layaknya pensil warna dengan penuh guratan di atas kanvasnya. Secara bertahap, kisah keresahan ini diperdalam dalam akhir-akhir baitnya, seolah kita diberi petunjuk sedikit demi sedikit mengenai kilas balik reformasi di tahun 1998 sekaligus perasaan seorang istri yang menjadi tokoh pencerita. Jujur,

Telur Setengah Matang

Image
Tepat di Kamis malam ini, aku merebahkan seluruh harap di atas sajadah. Menutup seluruh auratku dengan mukena putih satin pemberiannya. Hening mengalun dan sebulir-dua bulir air keran di wajahku ikut bersaksi bahwa tiada nikmat lagi yang dapat kudustakan selain seluruh berkat dan rahmat yang telah diberikan oleh sang pemilik semesta. Tepat satu saf di depanku, pria dengan helaian panjang menjutai di punggung mengucapkan kalimat takbir sembari mengangkat tangannya yang kokoh nan lembut. Terang malam kami turut menyuguhkan tontonan baru di hidupku. Untaian surat-surat pendek yang terdengar semakin meyakinkanku, aminku terjawab. Sebuah kamar dengan jendela kaca besar di hadapan serta aroma bunga terasa hangat memelukku. Tiada harum yang tak bermakna pada kejadian pagi tadi. Sebuah akad telah terlaksana. MELATI - melat saka njero ati . Kami bersujud dalam ketulusan, dari hati terdalam. Kami saling mencintai karenaMu, Tuhan. KANTIL - kanthi laku tansah kumanthil.  Dengan doa da